Senin, 19 Desember 2011

Teknik berinteraksi dengan anak usia 3-5 tahun agar mencintai Al-Qur'an

bismillaahirrahmaanirrahiim...


hmm..sahabat, kali ini penulis akan share tentang teknik berinteraksi dengan anak usia 3-5 tahun agar mencintai Al-Qur'an. tulisan ini diambil dari sebuah buku Mendidik Anak Cinta Al-Qur'an yang ditulis oleh DR. Sa'ad Riyadh. yuuukk..disimak.. semoga bermanfaat.. :)


Usia 3-5 tahun adalah usia emas sekaligus rawan bagi seorang anak. Di usia inilah paling bagus untuk menanamkan nilai-nilai moral yang suci pada anak. Tapi sebaliknya, anak pada usia ini sangat mudah menerima nilai-nilai yang negatif. Dr. Muhammad Raatib ab-Naablisi mengatakan, "Dari sejumlah penelitian yang saya lakukan dalam ilmu pendidikan, ditemukan bahwa usia anak-anak yang mempunyai efek sangat rawan dalam menerima kebiasaan, adat istiadat, prinsip-prinsip dasar, dan nilai-nilai moral adalah usia taman kanak-kanak. Kemudian, ketika mereka berada pada tingkat sekolah dasar."


Ia menambahkan, "Sesungguhnya anak-anak dapat menghafalkan Al-Qur'an dengan baik di awal-awal usianya. Sementara makna-makna yang terkandung di dalamnya baru bisa ia pahami setelah besar nanti, tentunya setelah lidahnya fasih dengan Al-Qur'an. Mereka nantinya akan tumbuh dewasa dengan mengantongi banyak norma-norma yang baik."


Dr. Yahya al-Ghautsaani, seorang pakar di bidang pendidikan Al-Qur'an, menguatkan pendapat an-Naablisi. Menurutnya, bila seorang anak mau menghafal Al-Qur'an sejak usia dini, maka Al-Qur'an akan membaur dalam darah dan dagingnya.


Pada tingkat usia ini, hendaknya kita mengajarkan beberapa etika terhadap Al-Qur'an pada anak-anak kita. Misalnya, tidak merobek kertas Al-Qur'an, tidak meletakkannya di bawah kaki, tidak menaruh apapun di atasnya, tidak membawanya ke kamar mandi, tidak menyoret-nyoretnya dengan pulpen, serta mendengarkan bacaan ayat-ayatnya dengan takzim bila ada yang melantunkannya.


Jadi, pada usia ini kita dapat memulai mengajarkan cara membaca Al-Qur'an yang benar kepada anak-anak kita. Seandainya Anda merasa berat melakukannya sendiri, maka Anda bisa memilihkan seorang guru pengajar Al-Qur'an bagi anak Anda. Tapi guru itu harus memenuhi beberapa kriteria, seperti humanis, penyabar, murah hati, berbudi pekerti luhur, berwawasan luas, dan mencintai pekerjaan yang diembannya agar dapat menyalurkan rasa cinta ini kepada murid-muridnya.


Namun perlu diperhatikan, hendaknya kita tidak terus-menerus memaksa anak-anak untuk menghafalkan Al-Qur'an, apalagi sampai memukulnya bila mereka susah menghafal suatu ayat. Kita semestinya menjadikan dan menjaga majelis pengajaran dan menghafalkan Al-Qur'an itu sebagai majelis yang menarik bagi anak, hingga mereka mencintainya. Hal ini bisa dilakukan dengan cara memberi motivasi yang menarik hati mereka, termasuk dengan memberi imbalan kepada anak, baik berupa materi maupun non-materi. Seandainya guru yang mengajarkan hafalan Al-Qur'an kepada anak Anda adalah sosok guru yang suka menggunakan cara keras dan gaya mengajarnya tidak disukai oleh anak, maka hendaknya kita menasihati guru itu untuk mengubahnya. Tapi, bila ia bersikukuh dengan caranya tersebut, Anda harus cepat menggantinya dengan guru lain yang lebih baik.


Guru yang tidak kredibel hanya akan mendatangkan banyak masalah, baik yang bersifat psikologis maupun normatif. Dan masalah itu tidak saja mengena pada anak didik saja, tapi juga bagi diri kita dan akhirnya lingkungan kita. Jenis guru seperti ini berpotensi membawa unsur-unsur ketakutan, lemah hati, bahkan kebencian ke dalam materi pelajaran yang diajarkannya. Bila guru seperti ini mengajarkan Al-Qur'an kepada anak-anak Anda, maka sudah tentu akan terjadi sesuatu yang sama sekali tidak kita inginkan. Dan secara tidak sadar, Anda justru telah memprogram anak-anak Anda untuk benci kepada Al-Qur'an, bukannya cinta kepada Al-Qur'an.


Oleh karena itu, seseorang yang ingin mengajar hafalan Al-Qur'an hendaknya mau mempelajari metode-metode yang dapat membantu anak-anak mencintai Al-Qur'an serta mudah menghafalkannya dengan baik.


---


nah, jadi begitu.. hmm..dahsyat ya.. memang butuh hati yang selalu berkonektivitas denganNya untuk dapat melakukan tersebut.. :)


masih ada lagi bahasan lainnya lho.. tunggu tulisan selanjutnya.. insya Allah..